Senin, 23 Mei 2016

ANALISIS DONGENG “BATU BELAH BATU BETANGKUP”



DONGENG
Batu Belah Batu Betangkup
Pada zaman dahulu, di sebuah dusun di Indragiri Hilir hiduplah seorang janda bernama Mak Minah dengan ketiga orang anaknya. Anak yang pertama bernama Diang, seorang wanita. Sementara dua orang yang lain adalah laki-laki yang masing-masing bernama Utuh dan Ucin. Untuk memenuhi kebutuhan hidup ketiga anaknya, MakMinah harus selalu bekerja. Pekerjaan Mak Minah adalah berjualan kayu bakar ke pasar.
Ketiga anak Mak Minah sangat nakal. Mereka tidak mau mendengarkan nasihat Mak Minah. Ketiganya kerap membantah perintah dari ibunya. Mereka hanya suka bermain-main saja, bahkan hingga larut malam. Mak Minah sering merasa sedih dengan kelakukan anak-anaknya. Ia sering mendoakan anak-anaknya agar sadar dan mau menghormati orang tuanya. 
Pada keesokan harinya Mak Minah menyiapkan banyak makanan untuk anak-anaknya. Setelah itu ia pergi ke sungai dan mendekati sebuah batu sambil berbicara. Batu tersebut juga bisa membuka lalu menutup kembali, layaknya seekor kerang. Orang-orang sering menyebutnya dengan batu betangkup. 
“Wahai Batu Batangkup, telanlah saya. Saya tak sanggup lagi hidup dengan ketiga anak saya yang tidak pernah menghormati orang tuanya,” kata Mak Minah.Batu betangkup pun kemudian menelan tubuh Mak Minah, hingga yang tertinggal dari tubuh Mak Minah sebagian rambutnya saja. 
Menjelang sore hari, ketiga anaknya mulai merasa heran. Mereka sejak pagi tidak menjumpai emak mereka. Akan tetapi karena makanan yang ada cukup banyak, mereka akhirnya cuma makan lalu bermain-main kembali. Setelah hari kedua, makanan pun mulai habis. Anak-anak Mak Minah mulai kebingungan dan merasa lapar. Sampai malam mereka kebingungan mencari emaknya. Barulah pada keesokan harinya setelah mereka pergi ke tepi sungai, mereka menemukan ujung rambut Mak Minah yang terurai ditelan batu betangkup. 
“Wahai Batu Batangkup, kami membutuhkan emak kami. Tolong keluarkan emak kami dari perutmu,” ratap mereka. 
“Tidak!!! Kalian hanya membutuhkan emak saat kalian lapar. Kalian tidak pernah menyayangi dan menghormati emak,” jawab Batu Batangkup. Mereka terus meratap dan menangis. 
“Kami berjanji akan membantu, menyayangi dan menghormati emak,” janji mereka. Akhirnya batu betangkup pun mengabulkan ratapan ketiga anak Mak Minah. Mak Minah dikeluarkan dari tangkupan batu betangkup. Mereka pun menjadi rajin membantu emak dan menyayangi Mak Minah. Akan tetapi, hal tersebut ternyata tidak bertahan lama. Beberapa waktu kemudian mereka berubah sifat kembali seperti semula. Suka bermain-main dan malas membantu orang tua. 
Mak Minah pun kembali sedih. Ia lalu mengunjungi lalu batu betangkup di tepi sungai. Ia kemudian ditelan lagi oleh batu betangkup tersebut. Anak-anak Mak Minah masih terus sibuk bermain-main. Menjelang sore hari, barulah mereka sadar bahwa emak mereka tak ada lagi. Mereka pun kembali mengunjungi batu betangkup di tepi sungai sambil meratap meminta agar emak mereka dikeluarkan oleh batu betangkup. Akan tetapi, kali ini batu betangkup sudah marah. Ia lalu berkata “Kalian memang anak nakal. Penyesalan kalian kali ini tidak ada gunanya,” kata batu batangkup sambil menelan mereka. Batu batangkup pun masuk ke dalam tanah dan sampai sekarang tidak pernah muncul kembali.


ANALISI DONGENG “BATU BELAH BATU BETANGKUP”

1.    Tema: Seorang ibu yang merasa sangat sedih dan menyerakan dirinya pada batu  bertangkup karena anak-anaknya tidak menghormatinya.
2.    Tokoh:
 - Mak Minah
 - Diang
 - Utuh
 - Ucin
- Batu Betangkup
3. Penokohan:
-Mak Minah: Baik hati, rajin, penyedih, sabar
- Diang: Nakal dan tidak menghormati ibunya
- Utuh: Nakal dan tidak menghormaati ibunya
- Ucin: Nakal dan tidak menghormati ibunya
4. Alur: Dalam dongeng ini menggunakan alur maju karena peristiwa yang terjadi secara berurutan.
5. Latar
- Tempat: Di Indragiri Hilir, rumah, di tepi sungai.
- Suasana: Sedih, tegang
- Waktu: Sore hari
6. Sudut Pandang: Dalam dongeng ini menggunakan sudut pandang orang ketiga karena menggunakan kata “ia” dan “mereka”.
7. Amanat:  Memberikan pelajaran kepada anak-anak khususnya, dan semua orang pada umumnya agar bisa bersikap baik terhadap orang tua. Rajin membantu, menyayangi, menghormati, mendengarkan nasihat dan pesan dari orang tua serta tidak membantah perintah kedua orang tua. Karena apabila hati orang tua sudah terluka sulit untuk dikembalikan seperti semula.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar