CERPEN:
Hadiah
Terakhir Untuk Ibu
Oleh: Novita Three Putri Hastoni
Namaku
Sarah, aku gadis yang begitu menyayangi sosok ibuku. Kini aku hanya hidup
bersama ibu, karena ayahku telah pergi meninggalkanku beberapa waktu lalu.
Waktu itu perasaanku sangat terpukul sekali karena kepergian ayahku. Kini
perasaan yang sama mulai kembali kepadaku. Aku begitu lemas duduk di ruang
tunggu UGD, ketika mendengar kabar kalau
ibu masuk ke Rumah Sakit. Pikiranku begitu campur aduk karena aku tak ingin
kejadian yang dulu kembali terulang lagi kepadaku. Mungkin hanya doa yang bisa
aku berikan pada ibu demi kesembuhannya. “Ya Allah sembuhkanlah ibuku, berilah
kesehatan kepadanya. Angkatlah semua penyakit yang dideritanya.”
Kira-kira
15 menit berlalu aku masih duduk di ruang tunggu , tiba-tiba aku melihat
seseorang menghampiriku. Ternyata beliau adalah Dokter yang menangani ibuku.
“Apa kamu keluarganya? Tanya Dokter itu.
“Iya benar Dok, saya anaknya. Bagaimana keadaan ibu
saya Dok?” Tanyaku penuh tanya.
“Alhamdulillah keadaan ibumu sudah mulai membaik,
beliau hanya perlu istirahat yang banyak.” Jawabnya dengan tenang.
“Terimakasih
Dok, apa saya boleh melihat ibu saya?” Tanyaku lagi.
“Tentu saja, silahkan masuk.” Jawab Dokter itu.
Seketika
kutepiskan jauh-jauh semua air mata kesedihanku. Kini semua berganti dengan air
mata kebahagiaan.
“Alhamdulillah ya allah, engkau telah memberiku
kesempatan berada di sampingnya.” Kataku dalam hati.
Aku
bergegas masuk ke ruang 601 tempat di mana ibuku dirawat. Aku duduk di
sampingnya dengan menggenggam tangan ibuku dan membelai rambutnya. Kutatap
wajahnya yang begitu tenang. Aku teringat saat kepergian ayahku beberapa tahun
lalu. Tanpa sengaja aku meneteskan air mata kesedihanku. Air mata yang begitu
mengingatkanku akan kesalahanku selama ini. Sejenak aku pun terdiam mengingat
ketika ibu masih sehat, saat masih bisa
menemani, mamanjakan dan mengajarkanku arti kehidupan.
Beliau
bukanlah hanya sosok ibu buatku tetapi ia adalah sosok ayah, teman bahkan
segalanya bagiku. Begitu beruntung aku memilikinya. Tiba-tiba fikiranku kembali
pada 4 tahun yang lalu. Dimana aku menginjak bangku SMA, disaat itu aku tumbuh
menjadi remaja yang nakal. Berbagai kenakalan aku lakukan seperti merokok, berbohong, serta pulang larut malam sudah
menjadi rutinitasku. Semua itu membuat kedua orangtuaku khawatir padaku. Tak
pernah lelah dan bosan mereka menasihatiku, kesabaran dan perhatiannya begitu
mengalir ketika mendidikku. Aku benar-benar tidak tega melihat perjuangan
mereka. Banting tulang, bekerja keras siang malam sudah menjadi kebiasaan mereka
untuk membesarkanku. Sejak itulah aku mencoba untuk merubah sikapku menjadi
lebih baik. Ketika di tengah perubahan itu, musibah menimpaku. Ayahku terserang
penyakit jantung kronis dan empat hari kemudian ayahku pergi meeninggalkanku
untuk selamanya. Menurut Dokter ayahku terlalu banyak memikirkan beban yang
harus ditanggungnya.
Setelah kepergian ayahku membuat beban
ibuku menjadi bertambah dua kali lipat. Tubuhnya kini kurus, kulitnya terlihat
kusam dan keringat yang bercucuran di dahinya. Tapi tak pernah kudengar sedikit
pun keluh kesahnya. Begitu menjadi sosok wanita yang mulia. Tiba-tiba lamunanku
harus berakhir ketika seorang Dokter masuk keruangan untuk memeriksa kondisi
ibuku lagi.
“Bagaimana keadaan ibu saya Dok?” tanyaku.
“Kamu tenang saja ya, kondisi ibumu sudah stabil.”
Jawabnya dengan tenang.
“Kalau begitu bolehkah saya meninggalkan ibu saya
sementara?.” Tanyaku lagi.
“Oh tentu saja, tinggalkan saja ibumu. Biarkan
perawat yang menjaganya.” Jawab Dokter itu.
Kemudian
Dokter meninggalkan ruangan. Aku menghampiri ibu dan mencium lembut keningnya.
Sambil ku ucapkan harapanku padanya “cepat sembuh ya bu, aku sangat
menyayangimu.”
Keesokan
harinya sebelum aku berangkat ke Rumah Sakit, tak sengaja mataku terpandang ke
kalendar di sudut dinding kamarku. Ternyata hari ini adalah tanggal 21
Desember. Dan besok merupakan tanggal 22 dimana memperingati hari ibu.
“Aku hampir lupa besok kan hari ibu?.”tanyaku daalam
hati.
Aku harus segera membeli sebuah kue
kesukaan ibu. Setelah selesai membeli aku melanjutkan perjalananku ke Rumah
Sakit. Selama di perjalanan aku tersenyum dan membayangkan betapa senangnya ibu ketika aku hadiahi kue
kesukaanya di hari ibu ini. Tak pernah lupa kuselipkan doa senantiasa untuk
menjaga dirinya. Seketika di perjalanan
aku terjebak macet, akhirnya aku sampai di Rumah sakit pukul 22.30. aku
perlahan masuk ke ruangan. Karena lelah akibat perjalanan aku tertidur di
samping ibu. Satu jam kemudian aku terbangun dan sedikit terkejut ketika
melihat jam di dinding telah menunjukkan pukul 23.30. Aku bergegas menyiapkan
kue yang telah kubawa tadi. Perlahan ku tancapkan lilin-lilin di atas kue tart
ini.
“Aku berharap kesembuhan untuk
penyakitmu dililin yang pertama. Aku berharap kau tahu aku selalu menyayangimu
dililin yang kedua. Dililin yang ketiga, aku ingin suatu saat nanti ibu melihat
aku berhasil dan sukses. Dan dililin yang terakhir, aku ingin membahagiakanmu
dengan segala kemampuanku.” Ucapku sedikit terharu dengan tetesan air mata yang
jatuh dari mataku.
Pukul 00.05 seisi ruangan tampak ikut
bersedih. Aku hanya bisa menatap dengan tatapan kosong ketika melihat wajah ibu
menjadi pucat. Aku tak tau apa yang tengah aku pikirkan, tiba-tiba aku
menyanyikan lagu untuknya. “Kasih ibu kepada beta tak terhingga sepanjang masa,
hanya memberi tak harap kembali bagai sang surya menyinari dunia”. Mungkin
hanya ini yang bisa aku persembahkan untukmu bu. Aku tak mampu melanjutkan lagu
ini hingga akhir, hanya air mata yang sanggup menggantikan lirik-lirik lagu
itu. Tepat pukul 00.15 ibuku menggenggam erat tanganku dan menarik nafas
dalam-dalam hingga tiga kali. Aku baru sadar kalau semua ini adalah pertanda
bahwa ibu akan meninggalkanku selamanya. Tak mampu lagi aku tahan air mataku
yang meluncur deras jatuh dari mataku. Tangisku begitu kuat saat kupandang
wajah ibu sudah tenang dan meninggalkanku untuk menghadap sang pencipta.
“Ibu, jangan tinggalkan aku. Maafkan semua
kesalahanku selama ini, aku begitu menyayangimu. Selamat hari ibu semoga ibu
tenang di sana.” Kataku penuh tangis dan penyesalan. Begitu sedihnya aku telah
ditinggalkan ayahku beberapa tahun lalu, kini di hari yang begitu berharga
tepatnya tanggal 22 Desmber dimana memperingati hari ibu aku juga harus
ditinggalkan ibuku untuk selamanya. Kini hanya tinggal empat lilin harapanku
yang belum sempat ditiup sosok wanita berharga dihidupku.
unsur intrinsiknya ada ?
BalasHapusUnsur intrinsik nya apa??
BalasHapusCri sendiri
HapusAwokawokawok
HapusKak alamat cerpen itu yang mana?tolong jawab.trimakasih
BalasHapusTema nya apa?
BalasHapusHadiah terakhir untuk ibu
HapusApa yg dimaksud pacaran
BalasHapusKa amanatnya apa
BalasHapusHargai seseorang yang berharga karena ketika semuanya telah tiada hanya penyesalan yang dapat kita rasakan
HapusResolusi nya apaa ya kak?
BalasHapus1080P
Hapusisi nya apa kak
BalasHapusISI NYA APA WOY
BalasHapusBaca makannya
HapusP
BalasHapus